PILIHANRAKYAT.ID, Probolinggo-Di sebuah ruang sidang di Pengadilan Tipikor Surabaya, terdakwa yang menjabat bendahara salah satu sekolah di Kecamatan Maron, Kabupaten Probolinggo, menghadapi tuntutan hukuman yang tidak ringan.
Jaksa Penuntut Umum menuntut hukuman penjara selama 4 tahun 6 bulan atas dugaan penyalahgunaan dana hibah dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur yang seharusnya dipakai untuk pembangunan fasilitas pendidikan. Selasa (28/10/2025), Ketua tim penuntut, Taufik E. Purwanto, menegaskan bahwa selain pidana badan, pihaknya juga menuntut uang pengganti sebesar Rp 583 juta lebih sedikit, serta penyitaan harta benda terdakwa dan tuntutan pidana subsider selama 3 tahun.
Menurut dakwaan, anggaran hibah untuk tahun pelaksanaan 2021-2022 seharusnya digunakan membangun ruang kelas baru, fasilitas MCK, dan ruang kelas tambahan di sekolah itu. Namun audit internal dan laporan dari lembaga pengawas mencatat adanya ketidaksesuaian nyata antara volume pekerjaan yang dilaporkan dan kondisi fisik di lapangan. Kerugian negara disebut mencapai angka yang sama dengan jumlah uang pengganti yang dituntut oleh jaksa.
Modusnya termasuk pemalsuan surat pertanggungjawaban (SPJ), rekayasa laporan keuangan, dan pengurangan volume pekerjaan yang tidak diunggah ke laporan publik. Pihak jaksa menilai bahwa bukti dan keterangan saksi telah cukup untuk membawa kasus ini ke meja persidangan.
Sidang selanjutnya akan mengagendakan pembelaan atau pledoi dari terdakwa. Peristiwa ini sekaligus menjadi pengingat bahwa dana publik, terutama yang diperuntukkan bagi pendidikan, bukan saja amanah formal — tetapi ia menuntut tata kelola yang transparan dan akuntabel agar tidak menjadi beban kepercayaan bagi lembaga dan masyarakat.




