Opini  

Amplop dan Kyai

PILIHANRAKYAT.ID, Probolinggo-Maraknya pemberitaan hangat yang masih beredar ditengah masyarakat dunia maya, terkait narasi kekayaan dan kemewahan kyai didapat dari wali santri atau masyarakat sungguh sangat disayangkan bagi kalangan santri dan pesantren secara umum, ketidakseimbangan riset dan data serta narasi yang digaungkan memiliki efek yang sangat memicu kekecewaan mendalam.

Sosok kyai dikalangan pesantren merupakan aktor utama dalam melaksanakan proses pembelajaran, pendidikan, pemberdayaan masyarakat menuju insan Kamil dan bermanfaat, dalam prosesnya menjadi seorang kyai atau pendidik dalam tradisi pesantren tidak semata-mata hanya berlandaskan garis keturunan namun para beliau sejak saat dalam kandungan sampai menjadi seorang kyai tidak lepas dari pendidikan dari orangtuanya dan didukung dengan lingkungan yang agamis. Banyak kita dengar dan kita saksikan para para putra dan putri kyai atau disebut dengan istilah Gus dan Ning digembleng secara detail dalam pemahaman agama baik dengan cara dipondokkan diberbagai pondok di Indonesia bahkan ada di luar negeri seperti Mesir, Yaman dan lain sebagainya.

Tidak heran, ketika beliau-beliau kembali di tengah masyarakat dan pondok, beliau-beliau memiliki kemampuan pemahaman agama yang kuat, alim serta memiliki akhlak yang baik dan menjadi tauladan bagi para santrinya. Proses ini tidak sebentar, sejak mudanya saja beliau-beliau telah di didik dengan berbagai metode, kitab dan keahlian, ada kyai yang alim dalam bidang tafsirnya, ada yang kuat dalam fiqhnya, ada yang memiliki spesialis dalam ilmu mantik, tasawuf dan lain sebagainya sesuai minat keilmuan yang ditekuni ketika proses pembelajaran.

Baca juga  OSO Ziarah Ke Syaikhona Kholil, Masrul: Ini Menjadi Suntikan Moral Bagi Para Kader

Disamping melaksanakan pengajaran di pesantren, para kyai juga mendidik dengan tauladan yang nyata ditengah tengah santri dan masyarakat, bagaimana seorang kyai lebih mementingkan kepentingan santrinya dari persoalan pribadi, mencurahkan kasih sayang terhadap santrinya seperti anak sendiri, mendoakan santrinya disetiap sepertiga malamnya, berdakwah bil hal dan Qoul ditengah masyarakat, menghadiri berbagai undangan dan menerima keluh kesah masyarakat dan wali santri disetiap harinya. Inilah bentuk khidmat kyai kepada masyarakat, yang jarang diketahui oleh pihak diluar pesantren. Yang dihadapi oleh para kyai tidak saja permasalahan masyarakat yang besar, persoalan kecil saja beliau-beliau menerima dan memberikan solusi-solusi yang tepat.

Sudah menjadi hal lumrah bagi kalangan masyarakat khususnya para alumni pesantren memberikan amplop kepada seorang kyai bukan karena dimintai atau diwajibkan, karena amplop atau bisyaroh dalam istilah pesantren adalah upaya seorang santri yang dulunya tidak mengenal agama menjadi memahami agama, yang telah berkorban baik waktu dan badan untuk mencerdaskan santri, mendidik, merawat dan lain sebagainya, sebagai bentuk rasa terima kasih santri dan penghargaan terhadap ilmu Tuhan yang ada pada kyai.

Baca juga  Mahfud MD Ambil Untung Demo Mahasiswa

Jika kita melihat secara jernih, bentuk penghormatan kita atau balas Budi kita terhadap seseorang yang telah berkorban banyak untuk kebaikan dan kebahagiaan kita didunia dan di akhirat dianggap sebagai sebuah keanehan dan ketidak normalan maka bagaimana kita memandang tarif yang diberikan oleh dokter kepada pasien nya, tarif kontraktor terhadap kliennya, pengacara terhadap kliennya dan banyak lainnya.? Sebagian akan beranggapan bahwa itu sebuah pekerjaan, dan ada sebagian beranggapan bahwa itu nilai yang harus diberikan akibat ilmu yang dimilikinya. Lantas apakah tidak wajar ketika seorang santri atau wali santri memberikan nilai terhadap pengorbanan dan kealiman seorang kyainya.?

Cara seseorang berterima kasih terhadap orang yang berjasa kepadanya memiliki berbagai macam cara, dan cara itu berbeda-beda sesuai dengan budaya dan adat yang berlaku dikalangan masyarakat. Sehingga tidak patut dan pantas ketika seseorang menilai dan mengomentari secara negatif tata cara dia berterima kasih kepada seorang, yang hakikatnya memiliki tujuan yang sama yakni menghargai jerih payah dan proses yang dilalui sesuai bidang kemampuan, dokter dengan ilmu kedokteran, pengacara dengan ilmu hukumnya, kyai dengan kemampuan agamanya dan tenaga dalam menjalankan tanggung jawabnya sesuai profesinya masing-masing.

 

*Ach Jalaluddin Ar Rumi,

(Dosen STAI Nurul Qadim dan Ketua DKAC Garda Bangsa Paiton Probolinggo)

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *