PILIHANRAKYAT.ID, Probolinggo-Ketegangan antara buruh dan manajemen kembali mencuat di Kabupaten Probolinggo. DPC Konfederasi Sarikat Buruh Muslimin Indonesia (K-Sarbumusi) menuding PT Klaseman mengabaikan hak-hak dasar pekerjanya dan menantang perusahaan membuka data resmi terkait upah.
Masalah itu mengemuka seusai Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kabupaten Probolinggo menggelar sidak pada Senin pagi, 28 Oktober 2025. Dalam kesempatan itu, Manajemen Representatif PT Klaseman, Kusno Widodo, menyebut hanya ada satu pekerja yang menerima gaji Rp58.500 per hari. Ia mengklaim mayoritas buruh telah digaji di atas angka tersebut, bahkan hingga Rp90 ribu per hari sesuai masa kerja.
Kusno juga membantah informasi yang menyebut fasilitas air minum untuk karyawan masih menggunakan tong. Ia memastikan perusahaan telah menyediakan air galon. Asuransi sosial pekerja, menurutnya, sudah terfasilitasi melalui BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.
Pernyataan itu langsung dibantah keras oleh Ketua DPC K-Sarbumusi Kabupaten Probolinggo, Babul Arifandhie. Ia menilai perusahaan berusaha menutupi fakta yang dialami pekerja setiap hari.
“Bohong itu! Akui saja bahwa perusahaan tidak memenuhi hak-hak dasar pekerja. Tidak mengakui pelanggaran tetapi tidak berani buka data, kan pengecut,” ujar Babul, Selasa, 28 Oktober 2025.
Ia menegaskan K-Sarbumusi tidak memiliki kepentingan apa pun selain memperjuangkan hak pekerja. “Kami memiliki hampir 50 anggota di PT Klaseman yang tergabung dalam PUK. Nasib mereka yang kami perjuangkan,” katanya.
Salah satu buruh, F-A, juga memberikan kesaksian yang bertolak belakang dengan klaim perusahaan. Ia mengatakan air galon baru tersedia mulai Senin, 27 Oktober 2025, setelah kabar soal upah tak layak viral.
“Enggeh Pak, air galonnya baru dimulai Senin kemarin karena viral. Hari Sabtu masih pakai tong Pak,” ucapnya.
Soal BPJS, F-A mengaku tak pernah mendapat fasilitas itu selama satu dekade bekerja. “Tidak benar Pak. Saya sudah 10 tahun belum mendapatkan BPJS,” katanya.
Menurut Babul, kondisi tersebut menunjukkan potensi pelanggaran Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 mengenai hak dan kewajiban pekerja. Ia meminta Disnaker lebih tegas dalam melakukan pengawasan, terutama setelah adanya pergantian pucuk pimpinan.
“Jangan takut memberikan sanksi bagi perusahaan yang tidak patuh aturan. Kami mendukung pertumbuhan investasi dan industri di Kabupaten Probolinggo, tapi jangan abai terhadap kesejahteraan pekerja,” tuturnya.
Kasus ini menjadi perhatian publik setelah laporan soal upah rendah dan fasilitas minim di perusahaan kayu ekspor itu ramai dibicarakan di masyarakat.




