PILIHANRAKYAT.ID, Situbondo-Waktu baru menunjuk sekitar pukul 01.00 WIB ketika atap salah satu kamar asrama putri di Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Syekh Abdul Qodir Jaelani, Desa Blimbing, Kecamatan Besuki, Kabupaten Situbondo, Jawa Timur, tiba-tiba ambrol. Hujan deras disertai angin kencang disebut sebagai pemicu awal-nya.
Akibatnya, setidak-nya 19 santriwati menjadi korban—seorang di antaranya meninggal dunia, sedangkan belasan lainnya mengalami luka‐luka. Pemerintah Kabupaten Situbondo melalui Wakil Bupati Ulfiyah memastikan bahwa seluruh biaya perawatan medis para korban akan ditanggung oleh pemkab.
Dalam kunjungan ke lokasi kejadian dan rumah sakit, Wabup Ulfiyah menyatakan bahwa pihaknya segera mengaktifkan dana “Biaya Tak Terduga (BTT)” untuk mempercepat perbaikan atap bangunan yang rusak.
Kasus ini memunculkan pertanyaan mendasar mengenai kondisi struktural bangunan pesantren tersebut. Dalam pernyataannya, Pemkab Situbondo menyebut bahwa bangunan sempat mengalami retakan akibat gempa sebelumnya, faktor yang memperparah kerusakan ketika hujan dan angin malam itu datang.
Kepolisian Resor Situbondo kini melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) untuk menelusuri penyebab pasti kejadian, apakah semata karena cuaca buruk atau didorong oleh kondisi konstruksi dan pemeliharaan bangunan.
Para pihak terkait—pengasuh pesantren, pemerintah daerah, dan kementerian teknis seperti Kementerian Agama Republik Indonesia serta Dinas Pekerjaan Umum-dilaporkan telah mulai berkoordinasi guna menyusun rencana pemulihan yang komprehensif.
Tragedi ini menjadi pengingat serius bahwa meski struktur pendidikan keagamaan memiliki fungsi sosial yang besar, aspek keamanan fisik bangunan tidak boleh diabaikan. Di sela-sorak pesan semangat bagi santri agar tetap menuntut ilmu, terkuak pula bahwa penjagaan kualitas dan pemeriksaan rutin bangunan asrama pesantren harus menjadi prioritas.




