PILIHANRAKYAT.ID, Pasuruan-Pondok Pesantren Besuk, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur, secara resmi mengeluarkan fatwa bahwa penggunaan sound horeg hukumnya haram mutlak. Keputusan ini diumumkan dalam forum Bahtsul Masail yang digelar pada 1 Muharram 1447 H dan telah mendapat dukungan penuh dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur.
Sound horeg merujuk pada penggunaan sound system berdaya tinggi yang kerap digunakan dalam hajatan, konvoi, hingga pesta rakyat dengan dentuman musik keras. Penggunaan sound horeg belakangan ini menuai polemik karena dianggap mengganggu ketenteraman masyarakat dan sering dikaitkan dengan aktivitas yang menjurus pada kemaksiatan.
Tiga Alasan Pengharaman
KH Muhibbul Aman Aly, pengasuh Ponpes Besuk, menjelaskan bahwa fatwa haram ini tidak hanya didasarkan pada tingkat kebisingan, tetapi juga karena sound horeg kini sudah identik dengan simbol kegiatan maksiat.
“Bukan sekadar soal suara keras. Sekarang disebut ‘sound horeg’, bukan lagi sound system. Ia telah menjadi simbol syiar orang-orang fasik (syi’âr fussâq), identik dengan joget tidak senonoh, percampuran bebas, dan bahkan minuman keras,” ujarnya
Fatwa juga menyatakan bahwa keharaman berlaku:
a. Di mana pun tempatnya.
b. Baik mengganggu lingkungan maupun tidak.
c. Terlepas dari ada atau tidaknya peraturan pemerintah yang mengatur.
Dukungan MUI Jawa Timur
Keputusan Ponpes Besuk mendapat dukungan kuat dari MUI Jatim. Ketua Komisi Fatwa MUI Jatim, KH Ma’ruf Khozin, menilai bahwa fatwa tersebut sudah tepat secara fikih.
“Dari MUI Jawa Timur sepakat, dan secara hukum sudah tepat. Sound horeg lebih banyak mendatangkan mudarat dibanding manfaat. Rumah bisa retak karena getarannya, belum lagi moral masyarakat yang rusak,” kata KH Ma’ruf
Imbauan kepada Masyarakat dan Pemerintah
Fatwa ini juga disertai dengan seruan kepada masyarakat untuk bersama-sama menjaga ketenteraman lingkungan dan menolak budaya pesta berlebihan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam. Ponpes Besuk berharap pemerintah daerah turut mempertimbangkan regulasi yang sejalan dengan prinsip syariat.
“Kami tidak menunggu ada pelarangan dari pemerintah. Jika sudah mudarat dan jelas-jelas digunakan untuk maksiat, maka hukumnya haram mutlak,” tegas KH Muhibbul