Jakob Oetama: Cinta Dunia Jurnalisme Sampai Mendirikan “Kompas”

banner 468x60
Kontributor: Mugy R. Halalia*

“Miliki dulu harga diri, tanpa itu kita akan menjadi robot.”

(Sumber Gambar: Keterangan “Presiden Komisaris Kompas Gramedia Jakob Oetama”, Fotografer: KOMPAS IMAGES/KRISTIANTO PURNOMO) dalam http://nasional.kompas.com/read/2014/09/05/09450531/Jakob.Oetama.Terima.Gelar.Doktor.Kehormatan.dari.UNS)

Begitulah prinsip hidup yang selalu dijunjung tinggi oleh Jakob Oetama. Mengawali karier jurnalistiknya dengan menjadi redaktur di mingguan Penabur pada tahun 1956. Sebelum memilih meniti karir dalam dunia jurnalistik sebenarnya Jakob sempat berprofesi sebagai guru di SMP Mardiyuwana (Cipanas, Jawa Barat) dan SMP Van Lith Jakarta, setahun kemudian ia berhasil meraih gelar dalam bidang Ilmu sejarah. Ketertarikannya dalam dunia jurnalistik setelah sebelumnya menjadi redaktur mingguan Penabur ahirnya membuatanya memilih untuk melanjutkan studinya dalam bidang jurnalistik Perguruan Tinggi Publisistik Jakarta dan lulus pada tahun 1959, dan ia juga tercatat menjadi mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Fakultas Sosial Politik dan tamat pada tahun 1961.

Pada April tahun 1961, Jakob berbekal ilmu yang diperolehnya semasa kuliah memberanikan diri untuk bergabung bersama P.K. Ojong bersepakat untuk membuat majalah baru bernama Intisari yang berisi sari pati perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dunia yang ahirnya dapat terbit untuk pertama kalinya pada Agustus 1963. Majalah Intisari ini berkiblat pada majalah Reader’s Digest yang berasal dari Amerika. Konten-konten Intisari kemudian diperkuat oleh bantuan teman-teman Jakob dan Ojong dari Yogyakarta, seperti Swantoro, J. Adisubrata, Indra Gunawan dan Kurnia Munaba. Intisari berusaha menyajikan berita-berita yang intelek dan kompeten yang diharapkan membawa pengaruh positif bagi dunia pengetahuan Indonesia.

Sukses mengasuh majalah Intisari sejak tahun 1963, dua tahun kemudian Jakob beserta Ojong dan rekan-rekan lainnya mendirikan surat kabar harian yang diberi nama Kompas. Nama Kompas sendiri berasal dari usulan Bung Karno ketika berdiskusi dengan Jakob dan tim pengurus Yayasan Bentara Rakyat. Surat kabar harian Kompas menjunjung tinggi nilai-nilai independen sumber berita yang digali secara mandiri, serta mengutamakan kecermatan di bidang profesi dan moral pemberitaan sehingga berita-berita yang disajikan Kompas benar-benar matang dan layak untuk dibaca masyarakat karena bersifat netral.

Tahun 1965 adalah tahun dimana Kompas didirikan, saat itu pers Indonesia sedang dikuasai oleh media yang sengit, koran-koran bergaya garang dimana pada masa itu Indonesia sedang disibukan oleh ancaman pemberontakan PKI. Kompas berkembang menjadi sebuah surat kabar harian yang berkualitas dan mengedepankan konten-konten yang informatif dan edukatif serta dengan gaya kalemnya, dengan oplahnya yang masih kecil dan selalu datang terlambat menjadikan Kompas banyak menuai ejekan. Tatapi kemudian dengan konsistensi Jakob membangun jurnalisme yang objektif dan netral, Kompas berhasil menjadi Koran nomor satu di negeri ini.

Kompas ditangan Jakob menjadi Koran pertama di Indonesia yang berhasil menjaga netralitas, menyajikan berita secara berimbang, jernih dan objektif. Kemudian gaya pemberitaan tersebut secara konsisten dibawanya hingga kompas berjalan dalam waktu empar dasawarsa lebih.

Bertulangpunggungkan Kompas, Jakob Oetama dibantu rekan-rekannya mengembangkan jaringan konglomerasi yang berpilarkan media massa, yaitu KKG yang merupakan singkatan dari Kelompok Kompas Gramedia. Nama Gramedia sendiri digunakan sebagai member label pada usaha toko buku. Atau dengan kata lain, tim Gramedia lah yang bertanggung jawab atas proses produksi dan pencetakan surat kabar harian Kompas. KKG yang berkecimpung dalam dunia pekabar berhasik berkembang dan melebarkan sayapnya dengan juga menerbitkan majalah, tabloid, hingga berkembang juga dengan pertelevisian, hotel, bank dan lembaga pendidikannya. Hingga saat ini di bawah pengendalian Jakob Oetama, Kompas Gramedia berhasil menjadi salah satu media cetak unggulan Sosok Jakob Oetama yang Humble, Spontan dan Sangat Menginspirasi Perkembangan Jurnalistik dan Pers Indonesia.

Keberhasilan atas perkembanga tersebut menempatkan Jakob pada sosok yang diperhitungkan oleh para penguasa, sejak Indonesia berada pada zaman kepemimpinan Soeharto sampai sekarang. Kompas yang dibangun Jakob dengan susah payah, dengan tiras awal 3000 eksemplar per hari dan sarana yang serba terbatas kini menjadi Koran yang sangat menguntungkan dengan kepemilikan asset yang sangat besar. Namun bagi Jakob sesungguhnya asset peling berharga yang dimiliki Kompas adalah kepercayaan dari para pembaca loyalnya.

Dibawah kepemimpinan Jacob oetama telah terjadi metamorfosis pers dari pers yang sektarian menjadi media massa yang merefleksikan inclusive democracy. Pengalaman kerja di bidang jurnalisme dimulai dari editor majalah Penabur yang sempat dijalankan oleh Jakob kemudian seiring bergulirnya waktu Jakob juga menempati posisi yang terus berubah dak karirnya dalam dunia jurnalistik terus menanjak, langkah pertamanya menjabat sebagai ketua editor majalah bulanan Intisari, kemudian ketua editor harian Kompas, Pemimpin Umum/Redaksi Kompas, dan Presiden Direktur Kelompok Kompas-Gramedia.

Sejumlah karya tulis Jakob Oetama, antara lain, Kedudukan dan Fungsi Pers dalam Sistem Demokrasi Terpimpin, yang merupakan skripsi di Fisipol UGM tahun 1962, Dunia Usaha dan Etika Bisnis (Penerbit Buku Kompas, 2001), serta Berpikir Ulang tentang Keindonesiaan (Penerbit Buku Kompas, 2002).

Jakob Oetama tidak hanya dikenal sebagai sosok yang berdedikasi bagi dunia pers dan jurnalistik Indonesia. Ia juga sering berkontribusi dalam berbagai organisasi di dalam dan luar negeri Beberapa diantaranya pernah menjadi Sekretaris Jenderal Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Anggota DPR Utusan Golongan Pers, Pendiri dan Anggota Dewan Kantor Berita Nasional Indonesia, Anggota Dewan Penasihat PWI, Anggota Dewan Federation Internationale Des Editeurs De Journaux (FIEJ), Anggota Asosiasi International Alumni Pusat Timur Barat Honolulu, Hawai.

Jakob Oetama adalah penerima doktor honoris causa ke- 18-yang dianugerahkan UGM setelah sebelumnya gelar yang sama dianugerahkan UGM kepada Kepala Negara Brunei Darussalam Sultan Hassanal Bolkiah. Promotor Prof Dr Moeljarto Tjokrowinoto dalam penilaiannya menyatakan, jasa dan karya Jakob Oetama dalam bidang jurnalisme pada hakikatnya menyalurkan jasa dan karyanya yang luar biasa dalam bidang kemasyarakatan dan kebudayaan. Ia raksasa jurnalis di negeri ini yang menawarkan jurnalisme damai dan berhasil membuka horizon pers yang benar-benar modern, bertanggung jawab, non-partisan, dan memiliki perspektif jauh ke depan.

Ia juga telah memberikan pengaruh tertentu kepada kehidupan pers di Indonesia. Dalam pertimbangannya, UGM menilai Jacob Oetama sejak tahun 1965 berhasil mengembangkan wawasan dan karya jurnalisme bernuansa sejuk, yaitu “kultur jurnalisme yang khas”, wawasan jurnalistik yang berlandaskan filsafat politik tertentu. Kultur jurnalisme itu telah menjadi referensi bagi kehidupan jurnalisme di Indonesia.

Masa-masa di mana Jakob sempat berkecimpung dalam bidang politik dengan menjadi anggota DPR gaya kepemimpinannya terkesan konserfatif, dengan mempertahankan keadaan, kebiasaan dan tradisi atau norma-norma yang berlaku dalam masyarakat dan kepemimpinan. Mengayomi terhadap anggotanya. Sikap kepemimpinan yang demikianlah yang sejak awal dirinya terapkan pula dalam kiprahnya di dunia jurnalistik. Karena sikap itulah kemudian mengantarkannya menjadi sang Raksasa Jurnalistik.

*Mugy R. Halalia, lahir Brebes, 29 Desember 1993. Tercatat sebagai Mahasiswa aktif di jurusan Ilmu Hukum Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2011- sekarang. Pernah menjadi JUARA I LOMBA PENELITIAN DAN KARYA ILMIAH yang diselenggarakan oleh Fakultas Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2012 (Peran dan Upaya Bawaslu Kota Yogyakarta Terhadap Penanganan Kejahatan Pelanggaran Pemilukada Kota Yogyakarta Tahun 2011; Juara III Paling Kreatif dalam Festifal Mahasiswa Hukum yang di selenggarakan oleh ICJ ( International Cort Justice) Yogyakarta 2013; dan Pemusik Perempuan Terbaik dalam Festifal Teater Gabungan dalam TTMN Jakarta 2014.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *