Daerah  

Petani Tembakau Probolinggo Resah, Garda Bangsa Minta Pemerintah Tinjau Ulang PP 28/2024

PILIHANRAKYAT.ID, Probolinggo-Gelombang keresahan tengah dirasakan para petani tembakau di Kabupaten Probolinggo. Kebijakan baru pemerintah melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 dinilai berpotensi melemahkan sektor tembakau, yang selama ini menjadi penopang ekonomi masyarakat setempat.

Regulasi yang menggantikan PP Nomor 109 Tahun 2012 tersebut memperketat sejumlah ketentuan. Salah satunya ialah kenaikan batas usia pembelian produk tembakau dari semula 18 tahun menjadi 21 tahun. Selain itu, terdapat pembatasan baru yang mengatur jarak penjualan produk tembakau, yang dianggap menyulitkan pedagang kecil dan usaha lokal.

Wakil Ketua Garda Bangsa Kabupaten Probolinggo, M. Rifai, menyatakan bahwa aturan baru ini bisa menjadi pukulan telak bagi kehidupan petani dan pelaku UMKM di sektor tembakau.

“Regulasi ini menyangkut hajat hidup banyak orang. Di Probolinggo, tembakau bukan sekadar komoditas, tapi napas ekonomi ribuan keluarga,” ujar Rifai dalam keterangan tertulisnya.

Baca juga  Antisipasi PMK Meluas, Pemprov Jatim Salurkan Bantuan Vaksin

Ia menambahkan bahwa masa panen yang berlangsung saat ini seharusnya menjadi waktu yang menggembirakan bagi petani. Namun sebaliknya, justru muncul kekhawatiran besar lantaran dampak aturan tersebut berpotensi menurunkan daya beli pasar, memperlemah harga, dan menekan pendapatan petani.

Bukan hanya berdampak pada sektor pertanian, Rifai menyoroti ancaman terhadap UMKM yang memproduksi olahan tembakau alternatif. Menurutnya, mayoritas pelaku industri tersebut berasal dari kelas menengah ke bawah yang kini terancam kehilangan mata pencaharian.

“PP 28/2024 berisiko mematikan industri rakyat, dan tentu ini menjadi pukulan bagi perekonomian lokal,” tegasnya.

Berangkat dari kekhawatiran itu, sejumlah organisasi petani, lembaga swadaya masyarakat, dan tokoh masyarakat mendorong agar pemerintah meninjau ulang peraturan tersebut. Wacana pengajuan judicial review ke Mahkamah Agung pun sedang dipertimbangkan, sebagai langkah hukum untuk membatalkan sejumlah pasal yang dinilai merugikan.

Baca juga  Tak Berizin, Acara Muslim United di Masjid Gedhe Dipindah ke Masjid Jogokariyan

Kritik juga diarahkan pada proses penyusunan regulasi yang dianggap minim pelibatan publik dan terkesan terburu-buru. Banyak pihak menilai kebijakan ini tidak merepresentasikan suara masyarakat kecil.

“Petani tidak butuh subsidi, yang mereka inginkan adalah jaminan agar hasil panen mereka tetap memiliki nilai jual yang layak,” ungkap salah satu petani dari wilayah Pajarakan, Kabupaten Probolinggo.

Kini, perhatian publik tertuju pada sikap Pemerintah Kabupaten Probolinggo. Masyarakat menanti apakah pemda akan berpihak pada petani yang selama ini telah berkontribusi besar terhadap roda ekonomi lokal.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *