“Relevansi NATO Pasca Perang Dingin”

Jakarta– Berakhirnya Perang Dunia II meninggalkan Eropa dalam kehancuran massal. Tidak hanya menimbulkan jatuhnya korban jiwa, perang yang terjadi dalam kurun enam tahun ini menimbulkan kerusakan hampir dalam seluruh aspek. Kerusakan infrastruktur, perekonomian negara yang melemah, pemerintahan yang tidak stabil, rusaknya tatanan sosial merupakan dampak yang ditimbulkan oleh Perang Dunia II.
Kekalahan di pihak fasisme mendorong demokrasi semakin berkembang. Namun demikian, demokrasi terpecah dalam beberapa paham lagi, diantaranya adalah demokrasi liberal yang diusung oleh Amerika Serikat dan demokrasi komunis yang diusung oleh Uni Soviet.
Pecahnya sistem politik demokrasi dan munculnya dua negara yang bersaing untuk menjadi negara yang besar, telah mempengaruhi kondisi politik dunia. pertentangan antara Amerika Serikat dan Uni Soviet nampak sangat tajam saat pembagian Jerman sebagai hasil Konferensi Postdam.
Jerman dibagi menjadi empat kawasan, di mana tiga kawasan yang diduduki Amerika Serikat, Inggris dan Perancis berada di wilayah Jerman bagian Barat dengan menerapkan paham liberalisme, sedangkan satu wilayah yang berada di bawah Uni Soviet terletak di wilayah Jerman bagian timur yang mengusung paham komunisme. Tembok Berlin menjadi simbol pembagian dua negara tersebut.
Walaupun Uni Soviet sudah berkuasa di wilayah Jerman timur, pemerintah Uni Soviet tetap melakukan invansi ke beberapa negara Eropa Timur, baik secara diplomasi. Gerakan itu secara tak sadar meresahkan pemerintah Amerika. Berbagai pemikiran pun muncul, salah satunya George F Kennan mengusulkan sebuah politik “pembendungan” terhadap komunisme. Politik ini dikenal dengan nama Containment Policy.
Keadaan Eropa yang sedang terkoyak membuat Amerika Serikat mengambil Tindakan. Sebagai tindaklanjutnya Amerika Serikat dan negara-negara Atlantik Utara melakukan sebuah perundingan yang dikenal dengan The North Atlantic Treaty di Washington DC tanggal 4 April 1949. Hasil dari The North Atlantic Treaty adalah terbentuknya North Atlantic Treaty Organization (NATO) yang beranggotakan 12 negara di kawasan Amerika Utara dan Eropa Barat.
Adapun tugas dan fungsi negara-negara anggota NATO adalah menjaga perdamaian dan membangun kekuatan bersama dalam melawan setiap bentuk ancaman dari manapun dan berfungsi untuk menjaga keamanan dan perdamaian dunia. Di pihak lain, Uni Soviet ikut mendirikan aliansi serupa dengan memasukkan Albania, Polandia, Rumania, Hongaria, Jerman Timur, Bulgaria, dan Cekoslovakia sebagai anggotanya. Treaty of Friendship, Cooperation and Mutual Assistance atau Pakta Warsawa resmi didirikan sebagai aliansi tandingan NATO.
Relevansi NATO Pasca Perang Dingin
Stephen Walt mengemukakan alasan utama suatu negara untuk membentuk kerjasama atau aliansi yaitu sebagai upaya dalam menghadapi ancaman yang lebih besar dan kuat dari negara lain. Keberlangsungan aliansi juga dipengaruhi oleh ancaman tersebut. Dengan kata lain, apabila ancaman tersebut hilang maka kerjasama tersebut akan bubar dengan sendirinya.
Begitu pula yang dialami NATO. Perubahan situasi politik internasional pasca keruntuhan Tembok Berlin menyebabkan banyak kalangan menilai NATO telah kehilangan relevansinya. Ditambah dengan bubarnya Uni Soviet, praktis NATO sudah tidak memiliki alasan yang mendukung eksistensinya. AS telah menjadi kekuatan besar yang berperan aktif dalam menyebarkan paham liberalisme dan demokrasi tidak hanya di Eropa melainkan ke seluruh dunia.
Beberapa upaya dilakukan oleh John Mearsheimer dan Kenneth Waltz untuk tetap mengeksiskan di tengah-tengah perubahan kondisi keamanan pasca Perang Dingin, NATO melakukan langkah-langkah seperti yang dijelaskan di bawah ini.
- Declaration on a Transformed North Atlantic Alliance
Setahun setelah peristiwa Tembok Berlin, pada 5-6 Juli 1990 NATO mengadakan konferensi di London. Tujuannya tidak lain untuk menentukan masa depan NATO, mengingat situasi yang terjadi menjelang akhir Perang Dingin. Dalam konferensi yang berlangsung selama dua hari ini, seluruh perwakilan negara Aliansi berhasil merumuskan Declaration on a Transformed North Atlantic Alliance, atau Deklarasi London yang memiliki sejumlah poin penting.
Pertama, NATO akan mempertahankan komitmennya sebagai aliansi pertahanan. Lebih spesifik dari itu, NATO tidak lagi menganggap persoalan keamanan dan stabilitas terbatas pada dimensi militer.
Kedua, berkaitan dengan hubungan dengan negaranegara bekas Pakta Warsawa, NATO mendorong masingmasing anggotanya untuk tidak lagi memosisikan diri sebagai musuh dan berjanji untuk menahan diri terhadap penggunaan kekerasan terhadap kemerdekaan politik negara mana pun.
Ketiga, negara-negara anggota NATO mendorong adanya dialog dalam bidang militer antara Barat-Timur, seperti membentuk kesepakatan mengenai Open Skies dan pengurangan serta pembatasan angkatan bersenjata konvensional di Eropa, yang dikenal sebagai Treaty on Conventional Armed Forces in Europe (CFE).
- Redefinisi Ancaman terhadap Keamanan melalui Alliance’s Strategic Concept Tahun 1991 dan 1999
Pada November 1991, NATO kembali menyelenggarakan konferensi di tingkat kepala negara dan pemerintahan di Roma. Dalam konferensi ini, NATO berhasil mengadopsi Alliance’s Strategic Concept tahun 1991. Apabila ditilik kembali, tidak ada yang membedakan Deklarasi London dengan Alliance’s Strategic Concept.
1999 Alliance’s Strategic Concept merupakan jawaban atas perdebatan yang terjadi di penghujung abad ke-20 mengenai eksistensi NATO. Langkah-langkah yang dilakukan di masa itu ialah dengan membuat, isu-isu yang menjadi perhatian diantaranya geografis berdekatan dengan kawasan Euro-Atlantik.
- Menjalin Kerjasama dengan Negara-negara Kawasan Eropa-Atlantik dan Timur Tengah
Untuk meningkatkan rasa saling percaya di antara negara-negara Eropa dan mencegah munculnya krisis atau konflik yang mempengaruhi keamanan negara-negara Aliansi, dibentuklah berbagai kerangka kerjasama seperti North Atlantic Cooperation Council, Partnership for Peace, dan Mediterranean Dialogue.
(Fahri Ali)