Mendikbud: Millenial Harus Paham Sejarah Pergerakan Islam di Indonesia

banner 468x60
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy menyampaikan bahwa Museum Islam Indonesia tidak hanya memamerkan koleksi berupa artefak dan peninggalan sejarah Islam di Indonesia saja. Namun, juga menjadi pusat ilmu dan tempat belajar masyarakat, khususnya generasi muda.

PILIHANRAKYAT.ID, JOMBANG – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy menyampaikan bahwa Museum Islam Indonesia tidak hanya memamerkan koleksi berupa artefak dan peninggalan sejarah Islam di Indonesia saja. Namun, juga menjadi pusat ilmu dan tempat belajar masyarakat, khususnya generasi muda.

“Generasi muda harus paham betul sejarah pergerakan Islam di Indonesia,” kata Mendikbud pada acara peresmikan Museum Islam Indonesia Hasyim Asyari di Pondok Pesantren Tebuireng, Kabupaten Jombang, Provinsi Jawa Timur, Selasa (18/12), dilansir dari laman resmi Kemendikbud.

Simak:

Menurut Muhadjir, tradisi pendidikan karakter di pesantren yang sangat khas akan memberi corak tersendiri dalam pengembangan museum. Ia berharap semakin banyak masyarakat dapat memahami pesan dan meneladani nilai-nilai luhur yang tersembunyi di balik koleksi museum.

“Yang penting itu adalah apa yang ada di balik artefak-artefak itu,” ujarnya.

Mendikbud menegaskan bahwa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan berkomitmen penuh untuk pengembangan koleksi dan tata kelola museum bertemakan sejarah Islam terbesar di Indonesia saat ini.

“Museum Islam Indonesia yang mulai dibangun pada 2014 ini tidak hanya memamerkan koleksi berupa artefak, manuskrip, dan arsip sejarah persebaran Islam di Indonesia, tetapi juga diharapkan menjadi ruang publik untuk berdialog, dan merawat kebinekaan,” tutur Mendikbud.

Sementera itu, Direktur Jenderal (Dirjen) Kebudayaan Hilmar Farid, penambahan dan sirkulasi koleksi akan dilakukan melalui kerja sama dengan berbagai museum, dan lembaga seperti pondok-pondok pesantren di seluruh Indonesia. “Kita berharap museum ini menjadi tempat yang utama dalam mempelajari sejarah Islam di Indonesia,” kata Hilmar.

Selain itu, lanjutnya, yang tak kalah pentingnya adalah dukungan dalam peningkatan kapasitas pengelola, khususnya dalam bidang kurasi, konservasi, dan edukasi. “Sementara harus ada tenaga yang ditugaskan di sini dari kementerian sambil mendidik pengelola di sini khususnya terkait pengetahuan permuseuman,” jelasnya.

Ia manambahkan, salah satu langkah strategis pemerintah dalam merevitalisasi museum adalah penyesuaian kelembagaan. Berdasarkan pengamatan Dirjen Kebudayaan, gerak museum untuk melaksanakan program kerjanya seringkali terbatasi beragam aturan dan kewenangan.

“Untuk beberapa kasus, unit pelaksana teknis itu tidak fleksibel dalam mengembangkan koleksi, program, mengurus pameran berkala. Ini kan perlu peneliti, kurator, ini fungsi-fungsi yang tidak pas dalam struktur yang ada sekarang,” kata Hilmar.
 
Simak:

Badan Layanan Umum (BLU) menjadi solusi yang coba ditawarkan untuk meningkatkan kualitas pelayanan museum kepada publik. “Format yang ada di tatanan hukum kita itu yang paling cocok adalah Badan Layanan Umum. Pembinaan tentu tetap dilakukan oleh kementerian yang membidanginya, dalam hal ini Kemendikbud. Tetapi museum jadi punya keleluasaan dalam menciptakan program dan kegiatan,” ujar Dirjen Hilmar Farid.

Hilmar meyakini, dengan adanya keleluasaan dalam tata kelola, museum menjadi lebih mudah dalam menjalankan fungsi-fungsi permuseuman dengan lebih profesional.

Editor: Hatim Sulaiman

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *