Presiden Menerbitkan Grasi, Ray Rangkuti; Presiden Jokowi Tidak Komitmen Dalam Membasmi Orang Korupsi

Presiden Menerbitkan Grasi, Ray Rangkuti; Presiden Jokowi Tidak Komitmen Dalam Membasmi Orang Korupsi, (Foto: DetikNews)
Presiden Menerbitkan Grasi, Ray Rangkuti; Presiden Jokowi Tidak Komitmen Dalam Membasmi Orang Korupsi, (Foto: DetikNews)
banner 468x60

PILIHANRAKYAT.ID, Jakarta-Presiden Jokowi menerbitkan Grasi, yang mana hal itu memberikan ampunan kepada orang yang diberi hukuman oleh negara. Hal itu dikatakan oleh Pengamat politik pendiri Lingkar Madani, Ray Rangkuti.

Ray Rangkuti mengaku miris dengan langkah Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang dinilai mengingkari komitmen terhadap pemberantasan korupsi. Pasalnya, usai menolak menerbitkan Perppu KPK, kini Presiden Jokowi justru menerbitkan grasi terhadap terpidana kasus korupsi alih fungsi lahan di Riau, Annas Maamun.

“Makin miris melihat sikap presiden atas komitmen terhadap pemberantasan korupsi,” kata Ray, melalui keterangan tertulis kepada wartawan, Kamis dini hari, 28 November 2019.

Ia menilai, dua alasan Jokowi menerbitkan grasi kepada Annas Maamun, cacat logika. Presiden sebelumnya menyebut pertimbangan Mahkamah Agung (MA) dan pertimbangan kemanusiaan sebagai alasan diterbitkannya grasi. “Alasan pertama jelas bukan argumen. Karena memang hal itu adalah prosedur yang harus ditempuh jika presiden hendak menerbitkan grasi, terhadap siapapun,” kata dia.

Menurutnya, penekanan presiden soal adanya pertimbangan MA hanya merupakan pengalihan beban tanggung jawab Jokowi atas putusan yang dibuatnya sendiri. Maka dari itu, Ray juga mempertanyakan apakah semua pertimbangan MA untuk mengabulkan permohonan grasi terpidana benar-benar dikabulkan, atau justru ditolak Presiden.

“Dan dengan begitu, kita bisa melihat mengapa grasi terhadap terpidana korupsi ini diberikan, sementara kepada yang lain misalnya, tidak dikabulkan presiden,” kata dia.

Menyoal alasan pertimbangan kemanusiaan, Ray menyoroti lebih lanjut terkait latar apa yang bisa menjadi pijakan seseorang mengajukan grasi atau pengampunan. Menurutnya, jika alasan pemberian pengampunan lantaran terpidana menderita suatu penyakit, maka alasan yang sama berpotensi diikuti banyak terpidana lain. “Masalahnya adalah, apakah semata hanya soal sakitnya yang jadi pertimbangan? Bagaimana dengan jenis kejahatan yang dilakukan seorang terpidana, apakah kejahatan korupsi sesuatu yang bisa dimaafkan?,” kata Ray Rangkuti.

Dalam hal seorang pemimpin harus kukuh dalam sifat lidersipnya. Ini merupakan periode kedua Jokowi dalam memegang istafet presiden. “Di sinilah sikap presiden diuji. Apalagi sikap ini misalnya dikaitkan dengan kemungkinan napi lain yang juga mengajukan grasi atas dasar pertimbangan kemanusiaan,” kata dia lagi.

Ray menilai, Presiden Jokowi seperti ingin memperlihatkan sisi kemanusiaannya dengan memberi grasi terhadap tahanan kasus korupsi, tapi di saat yang sama, seperti abai pada nasib tahanan lain yang dipenjara semata karena memperjuangkan hak mereka sebagai warga negara. “Sebut saja soal aktivis di berbagai tempat yang dipenjara, atau kejahatan lain yang sama sekali tidak berbahaya pada negara. Dalam konteks inilah grasi ini jadi layak dikritik,” kata dia.

“Faktor kemanusiaan tak melulu pertimbangannya adalah kesehatan, tapi juga soal bobot kejahatannya, efeknya bagi sistem dan peradaban bangsa, nilai moral dari grasi itu sendiri, unsur keadilan atas grasinya, termasuk di dalamnya mencegah yang tak patut dipidana mendekam dalam tahanan,” kata Ray.

(Rifa’i/PR.ID)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *