News  

Asosiasi Kontraktor DIY Pertanyakan Efektivitas TPA Piyungan dan Dorong Pengelolaan Sampah Berbasis Wilayah

banner 468x60

PILIHANRAKYAT.ID, Yogyakarta – Darurat sampah di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) akan kembali terulang dalam setiap periode jika pengelolaannya hanya mengandalkan truk yang membuang sampah seluruh warga ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di Piyungan, Bantul. Cara mengelola sampah dengan andalkan TPA Piyungan juga sangat boros karena menghabiskan puluhan milyar tiap tahun namun tidak bisa menjadi solusi pengelolaan sampah yang berkelanjutan.

Sekjend DPD Asosiasi Kontraktor Nasional (ASKONAS) DIY, Yogi Adiningrat, mengatakan hal itu dalam rilis pers yang diterima redaksi, Senin (14/8).

Yogi mengatakan, sebagai entitas kontraktor yang selama ini mengurusi masalah pembangunan di DIY, pihaknya sangat menyayangkan jika provinsi ini tidak bisa keluar dari masalah sampah. TPA Piyungan misalnya, sudah jelas-jelas overload meskipun sudah ada pengembangan wilayah, namun dipastikan hanya akan bertahan beberapa bulan saja untuk akhirnya penuh lagi.

Sementara, rencana pembangunan TPA Piyungan dengan mekanisme Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) yang rencananya akan menghabiskan anggaran ratusan miliar, juga sulit untuk diharapkan menjadi solusi bersama.

“Mau berapa ratus milyar habis pun masalah sampah tidak akan selesai kalau tidak diubah paradigmanya. Jangan berharap Piyungan terus. Kalaupun ada anggaran Rp 1 triliun, tetap pada akhirnya pemborosan yang terjadi. Mending uangnya untuk bangun industri yang lain daripada industri pemrosesan sampah jadi listrik yang belum jelas itu,” papar Yogi.

Kuncinya menurut Yogi, sesuai UU Undang-undang (UU) Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, sampah musti selesai di wilayah masing-masing dulu yakni di level kabupaten dan kota madya. Dan di level kabupaten itu logikanya juga bukan membuang atau menumpuk sampah di TPA Kabupaten. Melainkan, kabupaten mendirigen peran kalurahan hingga RT/RW untuk menyelesaikan masalah sampah sesuai kapasitasnya.

“Menurut saya, pilihan untuk mengembangkan pendekatan berbasis wilayah dalam pengelolaan sampah di DIY akan bersama-sama mendorong semua stakeholder sampai ke tingkat individu untuk bertanggungjawab terhadap sampahnya.”

“Sehingga masalah sampah jadi masalah peradaban, hidup beradab adiluhung seperti Yogya yang kita bangga-banggakan selama ini. Dan teknologi pemrosesan sampah harus tetap ada, tetapi bukan seperti sekarang logikanya hanya main buang secara instan,” papar Yogi.

Dengan mengambil tanggungjawab berbasis wilayah, maka menurut Yogi yang utama adalah seluruh warga DIY berdaya dan tidak tergantung pada TPA Piyungan. Selain itu, dengan mengadopsi pendekatan berbasis wilayah, dapat mengurangi jarak angkut sampah menuju TPA Kabupaten dan juga TPA Piyungan sebagai pemrosesan akhir.

“Anggaran angkut juga akan berkurang kan. Belum dampak negatif dari pengangkutan jarak jauh seperti emisi gas rumah kaca dan polusi udara,” kata Yogi.

TPA Piyungan sebagai tempat pembuangan akhir memiliki potensi untuk menghasilkan polusi tanah, air, dan udara. Dengan mendiversifikasi pengelolaan sampah berdasarkan wilayah, akan lebih mudah untuk menerapkan teknologi pengelolaan yang lebih ramah lingkungan, seperti daur ulang, kompos, atau metode pengolahan lainnya.

Dengan memiliki sistem pengelolaan sampah yang berbasis wilayah, menurut Yogi, DIY akan memiliki fleksibilitas lebih besar dalam menangani krisis seperti lonjakan produksi sampah atau masalah teknis di TPA Piyungan. Wilayah-wilayah yang lebih kecil dapat lebih mudah beradaptasi dengan perubahan yang dibutuhkan.

Yogi juga mencatat, pengelolaan sampah berbasis wilayah juga akan mengurangi risiko kesehatan masyarakat. TPA Piyungan dapat menjadi sumber potensial penyakit dan pencemaran lingkungan yang dapat berdampak buruk pada kesehatan masyarakat sekitarnya. Dengan mengurangi ketergantungan pada satu lokasi pengelolaan sampah, risiko ini dapat diminimalkan.

“Pendekatan berbasis wilayah juga dapat mendorong pengembangan teknologi dan inovasi dalam pengelolaan sampah yang lebih efisien dan berkelanjutan. Wilayah-wilayah dapat menciptakan solusi khusus yang sesuai dengan kebutuhan dan potensi lokal,” papar Yogi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *