PILIHANRAKYAT.ID, Jakarta-Rencana menerbitkan SK 287 KLHK telah menimbulkan polemik pro dan kontra. Meski belum resmi diterbitkan, tetapi telah memicu demonstrasi sekurangnya 5000 orang karyawan Perhutani pada tanggal 18 Mei 2022 di Jakarta yang menolak rencana penerbitan SK 287.
Ditingkat tapak keresahan juga dirasakan oleh mereka yang selama ini bermitra dengan Perhutani yaitu Lembaga Masyarakat Desa Hutan. Diperparah lagi karena dibeberapa daerah masyarakat sudah banyak yang berhadap-hadapan langsung antara mereka yang pro dan kontra.
Bila mau jujur, sebetulnya SK 287 dimaksudkan untuk memberikan peran lebih banyak kepada masyarakat ikut mengelola hutan Jawa. Terlepas beberapa anggapan dan kekhawatiran berbagai pihak atas kelangsung hutan Jawa kedepan. Terutama karena semakin terbukanya para penumpang gelap (oligarki) menyusup ikut memanfaatkan kesuburan hutan Jawa untuk berbagai kepentingan.
SK 287 yang dilatarbelakangi oleh kekecewaan Pemerintah atas sistem pengelolaan hutan Jawa oleh Perhutani. Sejak tahun 2021 Perhutani bermitra dengan LMDH untuk mengelola hutan Jawa melalui sistem Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) guna mengurangi penjarahan hutan yang banyak dilakukan pasca reformasi. Kecewa, karena dari tahun ke tahun degradasi hutan terus berlangsung, pendapatan Perhutani terus menurun (Perhutani pernah mengalami defisit), sementara kesejahteraan masyarakat di sekitar hutan tidak juga meningkat. Alih-alih bisa menyejahterakan di beberapa tempat justru menimbulkan beberapa konflik tenurial. LMDH yang tujuan awal pembentukannya bisa menjadi mitra Perhutani justru banyak dimanfaatkan oleh para oknum dan penumpang gelap kelas desa.
Andaikan saja LMDH bisa menangkap peluang yang ditawarkan oleh KLHK, maka akan menjadi satu-satunya lembaga yang memiliki peluang besar menguasai dan menjaga kelestarian ekosistem hutan Jawa.
Hal ini dikarenakan LMDH sudah memiliki infrastruktur yang cukup merata di lebih 5000 desa di Pulau Jawa. Sekarang tergantung siapa yang mampu menggerakkan serta membangun orkestrasi semua komponen yang ada.
Berhentilah menggerutu dan sumpah serapah karena selama ini tidak pernah dilibatkan dalam rencana penerbitan SK 287 serta berbagai keputusan yang dibuat oleh KLHK dan Perhutani. Berhenti pula mengemis sharing bagi hasil tebangan kayu dan getah yang belum dicairkan oleh pihak Perhutani.
Bisnis to Bisnis
Dalam berbagai peraturan yang dikeluarkan oleh KLHK, pengelolaan hutan Jawa kedepan diharuskan dalam bentuk kerjasama “Bisnis to Bisnis”. Menyikapi hal ini seharusnya LMDH bisa bersegera bermetamorfosis membentuk lembaga bisnis. Bila merasa kesulitan sebaiknya berkoordinasi dengan masing-masing desa atau berkolaborasi dengan BUMDES.
Organisasi-organisasi paguyuban atau forum yang dibentuk oleh LMDH di berbagai tingkatan bisa mengambil inisiasi agar proses bisa berjalan lebih cepat dan mulus seperti yang selama ini dilakukan oleh Almadina melalui Koperasi Masyarakat Perhutanan Sosial ( KMPS). Berbagai skema masih sangat terbuka apalagi bila LMDH sudah memiliki koperasi.
Catatan kritisnya adalah bagaimana lembaga bisnis yang dibentuk: memiliki konsep yang jelas (bisnis, dan melestarikan hutan); dikelola oleh SDM yang jujur, handal, memiliki kemampuan manajerial yang bagus; memiliki jejaring yang kuat (modal, pasar dan teknologi). Seperti diketahui bahwa kemiskinan yang terjadi pada masyarakat sekitar hutan bukan hanya karena keterbatasan terhadap akses lahan tetapi juga modal, pasar dan teknologi, terutama disebabkan karena rendahnya tingkat pendidikan dan infrastruktur.
Peran Perhutani
Perhutani bisa mengambil peran lebih strategis dan cerdas. Saatnya reborn dengan konsep baru, bukan hanya dengan slogan “Perhutani Baru”. Perhutani bisa mengambil peran-peran yang selama ini tidak bisa dijangkau oleh LMDH atau lembaga bisnis bentukannya.
Pertama, membangun jejaring pasar yang kuat baik di dalam dan luar negeri untuk seluruh produk kehutanan; baik bahan mentah maupun hasil-hasil olahan turunannya, termasuk didalamnya melakukan promosi secara masif potensi ekowisata yang dimiliki Perhutani. Kedua, transfer teknologi bukan hanya digitalisasi tetapi di beberapa tempat juga ada yang membutuhkan mekanisasi agar lebih produktif, efisien dan produk yang dihasilkan lebih kompetitif.
Ketiga mengambil peran dan inisiatif untuk mendorong ketersediaan modal usaha, baik melalui investor dan atau membantu mendorong perbankan ikut terlibat. Keempat ikut membantu membentuk dan melakukan capacity building terhadap seluruh lembaga yang sudah dibentuk.
Bukan saatnya lagi pengelolaan hutan dengan, sistem tanam-tebang-tanam-tebang. Semua model bisnis saat ini sudah bertransformasi termasuk di industri manufaktur. Industri yang sebelumnya menggunakan model industri linier kini dituntut menjadi industri sirkuler, agar lebih kompetitif dan diterima masyarakat dunia. Bagaimana mungkin hutan yang menjadi paru-paru dunia tetap bergantung pada model bisnis lama. Gunakan model bisnis baru dengan menggunakan lebih sedikit bahan baku, bahkan kalau perlu tanpa mengganggu kelestarian tanaman pokoknya. Perluas industri turunannya agar bisa melibatkan lebih banyak tenaga kerja, gunakan teknologi terkini agar produk yang dihasilkan lebih kompetitif.
Perhutani bisa mengoptimalkan tenaga kerja yang ada dengan memperkaya keahlian mereka. Bisa juga dengan merubah skema melalui pola mitra kerjasama, tentu saja dengan merubah mindset dan kultur mereka terlebih dahulu, dengan demikian kekhawatiran adanya Pemutusan Hubungan Kerja bisa diminimalisir.
Andaikan saja Perhutani bisa menempakan diri dalam peran di atas, maka Perhutani telah berhasil melakukan transformasi menjadi access player sesuai dengan tuntutan zaman guna menjaga hutan Jawa tetap lestari tanpa meninggalkan jati diri Perhutani.
Tidak mudah, bukan berarti tidak mungkin, bila seluruh stakholder ikut berperan untuk mewujudkan niatan luhur ” hutan lestari masyarakat sejahtera”.
HANDOKO
Ketua DPP K-Sarbumusi
Keluarga Orang Hutan, Lahir di Pinggir Hutan, Pencinta Hutan, Rindu Hutan tetap Lestari
(RED/PR.ID)