PILIHANRAKYAT.ID, Jakarta-Mahkamah Konstitusi (MK) resmi mengeluarkan Putusan Nomor 135/PUU‑XXII/2024 yang menyatakan bahwa pelaksanaan pemilu nasional dan pemilu daerah akan dilakukan secara terpisah mulai tahun 2029. Artinya, sistem lima kotak suara dalam satu hari pencoblosan yang berlaku selama ini tidak lagi digunakan.
Putusan ini secara langsung berdampak pada format Pemilu 2029 dan memunculkan beragam respons dari berbagai kalangan—baik dari sisi politik, anggaran negara, hingga partisipasi masyarakat.
Fokus Demokrasi Nasional dan Daerah
Dalam amar putusannya, MK menilai bahwa pelaksanaan pemilu serentak nasional dan lokal telah menimbulkan tumpang tindih kepentingan politik, membebani penyelenggara, serta mengurangi fokus isu lokal. Dengan pemisahan ini, masyarakat diharapkan dapat lebih fokus menilai calon legislatif dan eksekutif di masing-masing tingkatan.
Wakil Ketua MK, Saldi Isra, menyatakan bahwa pemisahan ini sejalan dengan prinsip demokrasi konstitusional yang bertujuan memberikan ruang lebih luas bagi pembangunan politik nasional dan lokal secara proporsional.
Partai Politik dan Koalisi Akan Berubah
Pakar politik dari Universitas Indonesia, Dr. Yayan Hidayat, memprediksi bahwa pemisahan ini akan memengaruhi strategi dan koalisi partai. “Koalisi akan semakin cair, karena partai dapat lebih fleksibel menyusun kekuatan di pilpres tanpa harus memikirkan efek ekor jas di pilkada,” katanya, Selasa (1/7/2025).
Anggaran Negara Dipastikan Naik
Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyatakan bahwa konsekuensi pemisahan pemilu akan berdampak pada pembengkakan anggaran. Anggota KPU RI, Idham Holik, menjelaskan bahwa biaya logistik, keamanan, dan operasional akan meningkat signifikan. “Kebutuhan anggaran bisa naik hingga 30-40 persen dibandingkan sistem serentak,” ungkapnya.
Meski begitu, KPU Daerah seperti KPU DIY menyambut baik putusan ini karena dapat mengurangi beban teknis di lapangan dan mengurangi potensi kelelahan pemilih akibat terlalu banyak surat suara.
Partisipasi Pemilih Berpotensi Turun
Lembaga pemantau pemilu seperti Perludem menyampaikan kekhawatiran soal partisipasi pemilih. Direktur Eksekutif Perludem, Khoirunnisa Nur Agustyati, menyebutkan, “Jika pemilu dilaksanakan dalam waktu berdekatan, pemilih bisa jenuh dan menurunkan tingkat partisipasi.”
Respons Pemerintah dan DPR
Pemerintah melalui Kantor Staf Presiden telah membentuk tim analisis untuk menelaah dampak putusan tersebut, sementara DPR menilai MK telah melampaui kewenangannya.
Fraksi NasDem secara terbuka menolak putusan ini. “Putusan MK ini bertentangan dengan prinsip kedaulatan rakyat dan berpotensi menabrak UUD 1945,” ujar Wakil Ketua Umum Partai NasDem, Ahmad Ali, dikutip dari Kompas.id.
Sementara itu, Ketua Komisi II DPR RI mengatakan bahwa proses revisi UU Pemilu dan Pilkada harus segera dilakukan dengan cermat dan partisipatif.