Rekonstruksi Novel Baswedan Harus Terbuka

Kasus Novel Terungkap (foto: tribun)
Kasus Novel Terungkap (foto: tribun)
banner 468x60

PILIHANRAKYAT.ID, Jakarta-Suasana rekonstruksi kasus penyiraman air keras terhadap penyidik KPK Novel Baswedan di kawasan Kelapa Gading, Jakarta, Jumat, 7 Januari 2020. Polisi sempat meminta para wartawan yang ada di sekitar rumah Novel untuk tidak terlalu dekat dengan proses Rekonstruksi.

Hal itu langsung dibantah oleh Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menilai proses rekonstruksi kasus penyiraman air keras terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan seharusnya dilakukan secara terbuka.

“Kenapa? Karena rekonstruksi itu bukan alat bukti dan hanya mengkonfirmasi alat alat bukti yang sudah didapat, apakah itu keterangan saksi, keterangan ahli, surat dan keterangan tersangka. Dengan merangkaikan alat-alat bukti itu, penyidik bisa mendapatkan alat bukti petunjuk,” kata Fickar saat dihubungi pada Senin, 10 Februari 2020.

Selain itu, kata Fickar, keterbukaan proses rekonstruksi dimaksudkan agar semua pihak, termasuk kuasa hukum tersangka atau saksi, bisa ikut mendampingi.

Rekonstruksi kasus penyerangan terhadap Novel yang digelar pada 7 Februari 2020 itu dilakukan secara tertutup oleh kepolisian. Jurnalis yang ada di sekitar lokasi dilarang untuk meliput. Polisi menyatakan rekonstruksi digelar tertutup agar tidak mengganggu berjalannya proses tersebut.

Menurut Fickar, proses rekonstruksi secara tertutup memunculkan potensi terjadinya kesewenang-wenangan penyidik terhadap pihak yang terlibat.

“Secara subjektif penyidik merasa publik akan mengetahui detail peristiwa pidananya, tapi pandangan ini sering tidak konsisten. Biasanya dalam kasus-kasus pidana biasa, yang tidak ada kepentingan politisnya, rekonstruksi dibuka seluas luasnya,” kata Fickar.

Novel Baswedan disiram dengan air keras pada 11 April 2017 di dekat rumahnya setelah menunaikan salat subuh di masjid. Polisi menetapkan dua personel polisi aktif sebagai tersangka. Mereka adalah Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette. Menurut mereka, penyiraman air keras itu dilakukan karena marah terhadap Novel yang dianggap sebagai penghianat. (Rifa’i/PR.ID)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *