Ini Dia Penyebab Harga Sawit Anjlok, Apkasindo; Penurunan Harga Mencapai Rp 2.550 per kilo

Ini Dia Penyebab Harga Sawit Anjlok, Apkasindo; Penurunan Harga Mencapai Rp 2.550 per kilo
Ini Dia Penyebab Harga Sawit Anjlok, Apkasindo; Penurunan Harga Mencapai Rp 2.550 per kilo
banner 468x60

PILIHANRAKYAT.ID – Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo), pada Kamis (27/22) lalu melaporkan terjadinya penurunan harga Kelapa Sawit yang sangat signifikan.

Pasalnya, Tandan Buah Segar (TBS) diperkirakan mengalami pernurunan harga usai diterapkannya kebijkan baru tentang domestic market obligation (DMO) dengan harga khusus, atau domestic price obligation (DPO).

Berdasrkan hasil identifikasi Ketua Umum DPP Apkasindo Gulat Manurung, menyebutkan bahwa penurunan harga Sawit itu mencapai 27,5% atau berkisar Rp2.550 per kilogram dan terjadi di 16 provinsi perkebunan sawit milik petani.

Sebelum kebijakan DMO dikeluarkan, harga Sawit masih berada di angka Rp3.520 per kilogram sebesar. “Dan ini akan semakin melorot dalam 3 hari ke depan jika tidak teratasi,” kata Gulat.

Sebagaimana dilansit dari ekonoi.bisnis.com, Galut sudah meminta Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengantisipasi dampak negatif dari kebijakan DMO dan DPO terhadap harga Sawit milik petani.

Bahwa “Harga DPO Rp9.300 jangan menjadi patokan pembelian TBS petani, itu sudah tegas kami sampaikan sejak awal. Faktanya semua pabrik kelapa sawit menggunakan harga itu sebagai rujukan, maka hancurlah harga TBS kami,” imbuhnya.

Meski sebelumnya, pihak Kemendag memastikan kebijakan DPO ini tidak berlaku pada seluruh produk minyak sawit mentah (CPO) dalam negeri. Melainkan khusus pada bahan baku untuk minyak goreng domestik saja.

Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag, Indrasari Wisnu Wardhana mengatakan, bahwa harga khusus berlaku untuk volume yang wajib dipasok eksportir untuk kebutuhan dalam negeri saja, dengan patokan harga sebesar Rp9.300 per kilogram CPO, dan Rp10.300 per liter olein, dan hanya sebesar 20 persen untuk volume ekspor.

Dalam keterangan lain, Wisnu menyampaikan “Sampai saat ini harga DPO hanya untuk 20 persen dari volume yang diekspor,” Artinya harga pasokan itu tidak berlaku bagi volume TBS ekspor.

Karena hasil data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) tahun 2021 lalu,  volume ekspor CPO dan turunannya mencapai 34,2 juta ton saja, tidak separah saat ini.

Pihaknya menilai, pasokan CPO dengan harga Rp 9.300 per kilo, setidaknya dapat menjangkau sekitar 6,8 juta ton yang dipasok untuk kebutuhan domestik, lanjut Wisnu.

Dengan begitu, Volume itu untuk minyak goreng dirasa cukup. Sedangkan untuk kebutuhan industri bahan baku oleokimia dan biodiesel harga tetap normal.

Lagi-lagi ini merupakan imbas dari kebijakan harga minyak goreng yang dikeluarkan oleh Kementerian Perdagangan.

Karena perkiraan kebutuhan minyak goreng pada 2022 mencapai 5,7 juta kilo liter. Dan untuk kebutuhan rumah tangga diperkirakan sebesar 3,9 juta kilo liter yang terdiri atas 1,2 juta kilo liter minyak goreng kemasan premium, 231.000 kilo liter kemasan sederhana, dan 2,4 juta kilo liter dalam bentuk curah. Sementara utuk kebutuhan industri diperkirakan mencapai 1,8 juta kilogram.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *