Essai  

BBM Naik, Apa Kabar Ekonomi Kerakyatan?

BBM Naik, Apa Kabar Ekonomi Kerakyatan?
BBM Naik, Apa Kabar Ekonomi Kerakyatan? Foto Ilustrasi @Pilihanrakyat.id
banner 468x60

PILIHANRAKYAT.ID – Naiknya Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi dan non-subsidi telah berlaku sejak Sabtu, (3/9/2022), tepat setelah diumumkan oleh Presiden Joko Widodo pada jam 14.30 WIB. Diantara bahan bakar berjenis Pertalite, Solar dan Pertamax hanya harga solar yang bersubsidi dari 5.150/liter menjadi 6.800/liter. Sedangkan harga  jenis pertalite naik dari harga 7.650/liter menjadi 10.000/liter dan pertamax dari 12.500 menjadi 14.500/liter.

Kebijakan baru pemerintah menaikkan harga BBM masih meninggalkan kesan “spontan” ketika pemerintah secara resmi merilis kenaikan harga baru BBM 2022. Dimana, sebelumnya mencuatnya kabar naiknya harga BBM sempat diurungkan. Selanjutnya, merespon naiknya harga BBM bersubsidi yang merata, hal tersebut hanya dapat menjangkau 20,65 Juta Kelompok Keluarga yang terdaftar dalam Data Terpadu Kesehatan Sosial (DTKS) melalui Bantuan Langsung Tunai (BLT) kompensasi BBM oleh Kementerian Sosial.

Dana BLT BBM 2022, total sebesar 600 ribu untuk masing-masing kelompok keluarga. Kompensasi tersebut disalurkan secara berkala, adalah dua tahap pada bulan Sptember sampai Desember 2022. Dalam hal ini, Menteri Sosial, Tri Rismaharini memastikan bahwa selama penyaluran dana BLT BBM secara bertahap tersebut, kelompok keluarga akan menerima jumlah 150 ribu rupiah.

Ekonomi Kerakyatan

Sinyal kenaikan harga BBM subsidi sudah lama diproyeksikan untuk kuota APBN 2022 akhir. Namun demikian, mungkinkah kompensasi sebesar 150 ribu dalam jangka empat bulan ke depan mampu menutupi kenaikan harga akibat lonjakan inflasi impact?. Apakah pemerintah tidak memiliki cara ataupun opsi lain selain menaikkan harga BBM yang justru akan berakibat fatal pada penurunan daya beli masyarakat. juga akan menghambat pertumbuhan ekonomi masyarakat.

Mengenai pertanyaan di atas, ekonomi kerakyatan di Indonesia perlu dipertanyakan kembali. Baik secara hukum maupun metode pengambilan keijakan publik. Etatisme pemerintah dalam menaikkan harga BBM bukanlah ciri dari sistem ekonomi kerakyatan sebagai ruh demokrasi di Indonesia. Ataukah secara tidak langsung kita harus mengakui secara terang-terangan bahwa sudah tidak ada lagi ekonomi kerakyatan di Indonesia dan kapitalisme suatu kebenaran yang dijalankan pemerintah dengan bermacam bentuk kebijakan termasuk dalam bidang sosial-ekonomi.

Jika demikian, maka secara fungsi, negara telah gagal menjadi suatu intitusi. Di mana negara saat ini yang seharusnya memperkuat pertumbuhan pendapatan ekonomi melalui bidang usaha-usaha mikro dan makro yang sangat dekat dengan kebutuhan sumber primer masyarakat sehingga pertukaran jasa di tengah masyarat terus tetap hidup dan berlanjut dalam rangka menekan ancaman krisis baru.

Kebijakan pemerintah dengan menaikan harga BBM bukanlah langkah yang cukup tepat di tengah bangunnya pertumbuhan ekonomi rakyat menghadapi keadaan krisis ekonomi akibat pasca pandemi. Namun, berbagai kebijakan pemerintah yang tumpul semakin menambah daftar kasus serupa dengan menambah beban hutang negara dan menaikkan harga BBM. Maka demikian, kita akan terus terjebak dalam kebijakan yang tumpul.

Hal ini juga secara tidak langsung akan terus mempertahankan ketimpangan kelas sosial yang curam. Seolah disengaja rakyat kecil harus tetap menjadi ‘wong cilik-nya’ kekal dan abadi di dalam jargon maupun slogan politik. Kita perlu totalitas mengatur, menetapkan dan melihat resiko setelah pengambilan kebijakan. Pemerintah harus tegas dan harus bersimpati pada rakyat dengan melakukan transparansi ikhwal kebijaka ekonomi kerakyatan.

Ach. Riadi
Direktur Pemuda Istimewa (PI)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *