Deddy Yevri Sitorus PDIP Usulkan Mundur secara Massal

Anggota Komisi II DPR RI, Deddy Yevri Sitorus

PILIHANRAKYAT.ID, Jakarta – Anggota Komisi II DPR RI, Deddy Yevri Sitorus, menilai pelaksanaan Pemilu 2024 sebagai kontestasi politik paling kacau dalam sejarah Indonesia. Hal tersebut ia sampaikan dalam Rapat Kerja (Raker) dan Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama KPU, Bawaslu, dan Kemendagri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Kamis (27/2).

“Pemilu kita di bawah pemerintahan sebelumnya adalah pemilu paling berengsek dalam sejarah. Sah,” tegas Deddy dalam rapat tersebut.

Deddy mengungkapkan bahwa hampir 60 persen atau sekitar 310 dari total 545 hasil Pilkada 2024 telah digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Menurutnya, angka tersebut menunjukkan betapa kacaunya penyelenggaraan pemilu di era Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Baca juga  Stop Tambang Ilegal di Probolinggo, Gus Fatih Akan Panggil 29 Perusahaan Tambang 

“Hampir 60 persen, gila itu,” cetusnya.

Sebagai bentuk tanggung jawab atas situasi ini, Deddy menyerukan pengunduran diri massal kepada semua pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan pemilu, termasuk pimpinan KPU, Bawaslu, Menteri Dalam Negeri, hingga Kapolri.

“Saya kira wajar kita mundur semua. KPU, Bawaslu, Mendagri, Kapolri, kita gagal,” ujar legislator dari Fraksi PDI Perjuangan itu.

Tak hanya itu, Deddy juga mengaku merasa gagal sebagai anggota DPR karena banyaknya gugatan terhadap hasil Pilkada 2024, yang menurutnya menandakan ketidakteraturan dalam proses demokrasi. Ia bahkan bersedia mengundurkan diri bersama anggota parlemen lainnya sebagai bentuk tanggung jawab moral.

Baca juga  Bawaslu Jepara Beberkan Kinerja Tahun 2022

“DPR juga, supaya adil. Enggak apa-apa, kalau perlu mundur berjamaah, saya siap. Ini tanggung jawab kita kepada bangsa,” katanya.

Lebih lanjut, Deddy mengungkapkan bahwa jumlah Pilkada yang bermasalah kemungkinan lebih dari 60 persen. Menurutnya, ada daerah-daerah yang tidak mengajukan gugatan ke MK karena dugaan pelanggaran yang terlalu masif atau karena kelelahan dalam menghadapi proses hukum.

Dari total 235 Pilkada yang tidak digugat, 35 di antaranya merupakan kandidat tunggal atau melawan kotak kosong.

“Sebanyak 198 daerah itu bukan berarti tidak bermasalah. Bisa jadi pelanggarannya terlalu masif sehingga sulit dibuktikan, atau orang sudah capek,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *