Terminal
Aku ingin bercerita padamu
Bus berbaris rapi di tepi
Mengantar anak manusia, dalam mesin waktu
Melalui pesan telegram
Sebentar…
Tak perlu repot mengisi solar
Tak perlu khawatir macet
Tak perlu cemas soal speedometer
Tak perlu risau pada musik dangdut
Aku menemuimu, tapi tidak sungguh
Peta terpotong, sobek
Ada sunyi terlipat 24 senti
Suaranya nyaring, berisik
Peta itu pesawat terbang
Yang polos dan lugu
Bus berjalan gagah di jalan, dengan sombong
Aku pulang padamu
Kali ini tidak terwakili internet lagi
Antagonis
Aku ingin menggigit, geram, gemas, geli, galau
Dua potong roti kau lahap
Selai keju, kismis, dan segelas susu
Rokok kuhisap
Kau pergi dengan segera
Trotoar diam-diam membuntutimu
Lubang kecil ingin menangkap kakimu
Berharap kau keseleo
Dan kembali ke rumah
Membawa dua potong roti yang kau telan
Rencana itu berhasil
Kau kembali
Aku memarahimu yang mencuri dua buah roti
Kembalikan!!
Sini katamu, ambil saja kalau berani
Dua buah roti itu masih rasa kismis, sedikit keju, dan manis
Online
Ini sudah pagi, tapi gelap
03:00 menggantung di atas handphone
Kau belum terlelap
Menyusun kata yang tadi jatuh lalu berhamburan di lantai kamar
‘kata-kata itu labirin’
Kau susun jadi skripsi
Yang padat dan beku
HPmu bergetar
Puisi akhir pekan mengabarimu
Kau balas dengan bait singkat
‘terimakasih’
“kalimat yang kau tangkap dan kau pajang di laptop, telah kabur dan menyelinap dalam puisiku, aku kembalikan padamu, mereka nakal, tapi tak ingin berpisah lama dari jarimu”
Sisyphus
Mencintaimu itu sakit yang kronis, sedang obatnya ialah sakit itu juga.