Opini  

Kredibilitas KPU Sumenep dalam Meloloskan Keterwakilan Perempuan Pada Seleksi PPK, Perlu Dipertanyakan?

Kredibilitas KPU Sumenep dalam Meloloskan Keterwakilan Perempuan Pada Seleksi PPK, Perlu Dipertanyakan
Kredibilitas KPU Sumenep dalam Meloloskan Keterwakilan Perempuan Pada Seleksi PPK, Perlu Dipertanyakan
banner 468x60

PILIHANRAKYAT.ID – Pengumumah hasil seleksi Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) di seluruh Kabupaten Sumenep pada tanggal, 14 Desember 2022, terdapat beberapa kejanggalan dalam mempertimbangkan keterwakilan perempuan dalam PPK.

Kita tahu bahwa PPK, merupakan panitia yang dibentuk oleh KPU Kabupaten/Kota untuk melaksanakan Pemilu di tingkat kecamatan.

Dalam penyelenggaraan Pemilu 2024, KPU membuka Pendaftaran Calon PPK di seluruh kabupaten di Indonesia, salah satunya di kabupaten Sumenep.

Berdasarkan Pasal 5 ayat (1) Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU)  Nomor 8 Tahun 2022 tentang Pembentukan dan Tata Kerja Badan Adhoc Penyelenggara Pemilihan Umum dan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan Walikota dan Wakil Walikota, anggota PPK terdiri dari 5 (lima) orang berasal dari tokoh masyarakat yang memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pada ayat berikutnya, dijelaskan bahwa komposisi keanggotaan PPK memperhatikan keterwakilan perempuan paling sedikit 30% (tiga puluh persen). Ketentuan terkait 30% keterwakilan perempuan ini juga dijelaskan pula dalam pasal 52 Ayat (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).

Sayangnya, baik UU Pemilu maupun PKPU No. 8 Tahun 2022 tidak memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai akibat hukum ketentuan tersebut terhadap proses seleksi PPK? atau apa parameter KPU kabupaten dapat dikatakan telah memperhatikan keterwakilan perempuan paling sedikit 30%  dalam keanggotaan PPK?

Menurut interpretasi penulis, yang merupakan salah satu peserta Perempuan seleksi PPK 2024, ketentuan memperhatikan minimal 30% keterwakilan perempuan dalam proses seleksi PPK adalah untuk menyediakan minimal “1 kursi khusus perempuan” dari 5 kursi keanggotaan PPK bagi perempuan yang mendaftar sehingga keanggotaan PPK di setiap kecamatan dapat diwakili oleh minimal 1 perempuan.

Apabila tidak diberlakukan demikian, dimana penetapan hasil seleksi hanya berdasar pada skor belaka, maka ada dan tidaknya ketentuan pasal 52 Ayat (3) UU Pemilu dan pasal 5 ayat (2) PKPU No. 8 Tahun 2022 sama saja alias tidak berguna. Sedangkan setiap pasal dalam ketentuan peraturan perundang-undangan pasti dibuat dengan tujuan tertentu.

Pada pengumuman hasil seleksi PPK tahun ini, penulis merasa kebingungan dengan penetapan hasil seleksi calon PPK di kabupaten Sumenep untuk beberapa kecamatan yang memiliki peserta perempuan namun hanya meloloskan 5 peserta laki-laki tanpa memberikan 1 kursi khusus perempuan.

Salah satu contoh kasus yang terjadi di Kecamatan Dungkek, ada salah satu perserta yang bernama EV (nama samaran) dengan nilai Computer Assisted Test (CAT) tertinggi 97 dan masuk 10 teratas, namun EV juga tidak diloloskan.

“Assalamualaikum bapak, selamat malam, saya EV peserta seleksi PPK dari Dukngkek, Mohon maaf bapak, saya cukup bingung terhadap interpretasi pasal 52 Ayat (3) UU Pemilu dan pasal 5 ayat (2) PKPU No. 8 Tahun 2022. terkait komposisi keanggotaan PPK yang memperhatikan keterwakilan perempuan paling sedikit 30%, apakah akibat hukum dari pasal tersebut terhadap PPK? mohon penjelasannya bapak?,” tanya EV dalam pesan singkat melalui WhatsApp.

Bukti chat dari EV kepada komisioner KPU Sumenep

Dari kebingungan tersebut, EV berinisiatif menanyakan secara langsung kepada salah satu komisioner KPU kabupaten Sumenep melalui pesan WhatsApp, terkait interpretasi dari pasal 52 Ayat (3) UU Pemilu dan pasal 5 ayat (2) PKPU No. 8 Tahun 2022.  

Akan tetapi pesan tersebut hanya dibaca dan beberapa saat kemudian foto profil kontak tersebut telah hilang dan saat di chat kembali sudah centang satu atau di BLOK.

Hasil Perolehan nilai CAT, Sumber @sc EV foto

Tentu, dalam kasus ini, kami sangat iba mellihat KPU, dan perlu dipertanyakan kredibilatasnya. Mungkin saja ini juga terjadi di beberapa kecamatan lain di seluruh Indonesin raya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *