PILIHANRAKYAT.ID, Trenggalek-Sengketa batas wilayah antara Kabupaten Trenggalek dan Kabupaten Tulungagung kembali mencuat, menyusul klaim tumpang tindih atas 13 pulau kecil di perairan selatan Jawa Timur. Pulau-pulau tersebut selama ini belum memiliki kejelasan batas administratif, meski memiliki potensi ekonomi dan wisata yang cukup tinggi.
Kepala Bagian Pemerintahan Kabupaten Trenggalek, Dwi Nurhidayat, dalam keterangannya kepada wartawan pada Jumat (20/6/2025) mengatakan bahwa berdasarkan peta dan dokumen dari Badan Informasi Geospasial (BIG), sebagian besar pulau tersebut masuk dalam administrasi Trenggalek.
“Kami memiliki dokumen yang lengkap, termasuk peta dari tahun 1972 dan pembaruan tahun 2017 yang dikeluarkan oleh BIG. Dari dokumen itu jelas disebutkan bahwa pulau-pulau itu berada dalam garis batas wilayah Trenggalek,” kata Dwi saat ditemui di Kantor Pemkab Trenggalek.
Namun, Pemerintah Kabupaten Tulungagung memiliki pandangan berbeda. Menurut Kepala Bappeda Tulungagung, Suyatno, aktivitas ekonomi masyarakat seperti perikanan dan budidaya laut di beberapa pulau tersebut telah berlangsung puluhan tahun oleh warga Tulungagung.
“Faktanya, nelayan kami dari Kecamatan Besuki dan Bandung sudah turun-temurun memanfaatkan pulau-pulau itu untuk berlabuh dan menangkap ikan. Kami memiliki data aktivitas ekonomi yang kuat sejak 1990-an,” ujarnya saat dikonfirmasi wartawan.
Sengketa ini sebenarnya telah dibahas sejak tahun 2016 dalam forum mediasi yang difasilitasi oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur, namun belum menghasilkan kesepakatan. Kepala Biro Pemerintahan dan Otonomi Daerah Setda Provinsi Jatim, Luki Setyawan, menyampaikan bahwa pihaknya telah menjadwalkan kembali pertemuan lanjutan antar kedua pemerintah daerah pada awal Juli 2025.
“Kami akan fasilitasi pertemuan terbuka yang juga menghadirkan pihak Kemendagri dan BIG. Harapannya bisa menghasilkan rekomendasi batas yang disepakati bersama,” ujarnya.
Menanggapi hal ini, pengamat tata wilayah Universitas Airlangga Surabaya, Dr. Winarno, mengingatkan agar konflik ini tidak dibawa ke ranah emosional. Ia menekankan pentingnya audit batas wilayah secara teknis dan transparan.
“Peta dasar harus dijadikan acuan utama, bukan hanya bukti aktivitas masyarakat. Ini bukan soal siapa duluan, tapi soal validitas wilayah yang ditetapkan negara,” kata Winarno saat menjadi narasumber di JTV.
Masyarakat nelayan pun berharap penyelesaian segera dilakukan agar tidak terjadi konflik sosial. Seorang tokoh masyarakat di Desa Panggul, Trenggalek, Sunaryo, menyatakan masyarakat hanya ingin keamanan dan kepastian dalam bekerja.
“Kami nggak mau ribut, yang penting bisa melaut dengan aman. Urusan batas biar pemerintah saja yang selesaikan,” ujarnya.
Pemerintah pusat melalui Kemendagri telah menyatakan siap turun tangan jika sengketa ini tidak bisa diselesaikan secara musyawarah di tingkat provinsi.